Refleksi kuliah Filsafat Pendidikan Matematika pada hari
Rabu, 29 Oktober 2014 bersama Prof. Marsigit di gedung D.01.204 kelas
Pendidikan Matematika Internasional 2011.
TEORI – TEORI DALAM FILSAFAT
Nanda Putri Amalia [11313244012]
Nanda Putri Amalia [11313244012]
Objek filsafat adalah yag ada dan mungkin ada. Sehingga yang
ada hadir dari sesuatu yang ada dan mungkin ada. Setiap yang ada dan mungkin
ada mempunyai sifat. Sifat-sifat tersebut dapat bersifat intensif dan
ekstensif. Contohnya adalah kerudung yang mempunyai sifat berwarna biru.
Apabila diintensifkan terdapat biru satu, biru dua, biru tiga, dan seterusnya.
Sedangkan apabila diekstensifkan contohnya kerudung tersebut mempunyai warna,
harga, manfaat, merk, dll.
Sifat pada benda yang ada dan mungkin ada dapat bersifat
tetap dan berubah. Contohnya sifat tetap yang ada pada diri kita adalah yang
ada di dalam pikiran. Sedangkan yang berubah adalah yang berada di luar
pikiran. Contohnya, adalah angka empat yang ada di dalam pikiran kita. Yang
tetap jumlahnya adalah satu, sedangkan yang berubah berjumlah banyak. Yang ada
di luar pikiran kita, contohnya adalah empat kecil, empat besar, empat
terbalik, dan lain-lain. Yang mempunyai sifat satu disebut filsafat monoisme,
yang mempunyai dua disebut filsafat dualisme, dan yang mempunyai banyak sifat
disebut pluralisme. Yang tetap menghasilkan filsafat remendasianisme. Dan yang
berubah menghasilkan filsafat heraditosianisme. Kalau di dalam pikiran maka
lahirlah filsafat idealisme. Tokohnya adalah Plato. Kalau di luar pikiran maka
lahirlah filsafat realisme. Tokohnya adalah Aristoteles.
Sesuatu yang tetap itu bersifat analitik, yang berubah
bersifat sintetik. Analitik hukumnya identitas atau tautologi, sedangkan
sintetik hukumnya kontradiksi. Yang tetap itu terbebas dari ruang dan waktu.
Yang berubah itu terikat oleh ruang dan waktu. Analitik itu bersifat apriori,
sedang yang sintetik bersifat aposteriori. Jika di dalam pikiran itu artinya
memakai rasio, maka muncul rasionalisme. Tokohnya adalah Rene Des Cartes. Yang
berubah diluar pikiran adalah pengalaman, maka muncul empirisisme. Tokohnya
adalah David Holmes.
Rene des Cartes mengatakan tiadalah ilmu jika tanpa rasio. Sedangkan sebaliknya, menurut David Holmes tiadalah ilmu jika tidak ada pengalaman. Masing-masing paham ini mempunyai pengikut dan mempunyai partai. Aspek dari rasionalisme yaitu ragu-ragu (skeptisisme) dan konsisten (koherentisme). Sedangkan aspek dari empirisisme adalah metode penemuan (sciencetificisme) dan korespondenisme.
Rene des Cartes mengatakan tiadalah ilmu jika tanpa rasio. Sedangkan sebaliknya, menurut David Holmes tiadalah ilmu jika tidak ada pengalaman. Masing-masing paham ini mempunyai pengikut dan mempunyai partai. Aspek dari rasionalisme yaitu ragu-ragu (skeptisisme) dan konsisten (koherentisme). Sedangkan aspek dari empirisisme adalah metode penemuan (sciencetificisme) dan korespondenisme.
Untuk mengimbangi segala perbedaan dari rasionalisme dan
epirisisme, maka lahirlah seorang tokoh yang netral yaitu Immanuel Kant.
Immanuel Kant mengatakan bahwa ada kesombongan pada diri Rene des Cartes
karena mendewa-dewakan rasio. Begitu pula dengan David Holmes yang
mendewa-dewakan pengalaman tapi meremehkan rasio.
Sekarang, apakah ada kemungkinan pengolahan dari keduanya
yaitu analitik dan sintetik? Analitik aposteriori dan sintetik apriori, mana
yang mungkin dan mana yang tidak mungkin? Analitik dan aposteriori itu beda
hakekat, kalau analitik itu identitas, berarti mestinya dia bisa memikirkannya
walupun belum mempunyai pengalaman akan hal itu. Sintetik dan apriori, sintetik
itu dari peristiwa satu ke peristiwa berikutnya, apriori itu dipikirkan, inilah
Immanuel Kant. Jadi, menurut Immanuel Kant itu ilmu adalah sintetik apriori. Karena dari pengalaman satu ke pengalaman yang lain,
lahirlah pengetahuan, maka dari itu disebut intuitif, dan lahirlah intusionisme.
Dari intuisi berdasarkan pengalaman maka terbentuklah ketegorisisme. Kategori
adalah cikal bakal logika. Jadi logika itu ada kaitannya dengan pengalaman,
dengan logika manusia bisa mencari pengalaman berikutnya. Inilah yang disebut
metode hermenetika. Apa sifat dari logika? Logika adalah bersifat formal, maka
lahirlah formalisme. Matematika juga formal, maka matematika bersifat
aksiomatik atau dalil.
Matematika yang bersifat aksiomatik adalah matematika murni
atau formal atau matematika pada perguruan tinggi. Berbeda dengan matematika
untuk anak-anak. Kalau matematika untuk perguruan tinggi diberikan pada
anak-anak maka akan memunculkan paham bahwa matematika begitu sulit untuk
dicerna. Karena pada hakekatnya memang anak-anak belumlah siap dan belum
waktunya untuk dijejali ilmu matematika pada tingkat yang tinggi.
Kembali pada hakekat manusia dalam lautan ide, yang
diharapkan adalah sesuai dengan tatanan yaitu mulai dari yang paling bawah
material, formal, normative, hingga spiritual. Namun, pada kenyataanya lautan
ide kontemporer tidak seperti itu. Secara sisiologis tahapan perkembangan
manusia dari yang paling bawah dimulai dari Archaic atau jaman manusia
batu/purba. Di atas itu ada Tribal, manusia pada jaman ini sudah punya
peralatan untuk menyokong kehidupannya, misalkan tombak. Kemudian di atas
tribal ada tradisional. Tradisional itu manusia-manusia di jaman yang belum
mengenal kecanggihan teknologi, belum mengenal komputer, handphone, dll.
Tradisional kalau sudah dikuasai oleh motif, namanya feodal. Pada jaman feodal
sudah ada teknologi, tapi teknologi tersebut yang menguasai orang, teknologi
menguasai masyarakat, teknologi menguasai bangsa. Di atas feodal muncullah
modern. Di dalam filsafat modern itu muncul pada zaman sebelum ada paham Des Cartes.
Yaitu zaman yang disebut abad gelap. Abad gelap didominasi oleh gereja, tidak
boleh seseorang mengklaim kebenaran kecuali atas restu gereja. Setelah jaman
modern, muncullah post modern. Setelah post modern ada post post modern. Jaman
kontemporer saat inilah yang disebut jaman post post modern atau yang disebut
Power Noun. Filsafatnya meliputi kapitalisme, utilitarian, pragmatisme,
materialisme, hedonisme.
Kita sebagai manusia diibaratkan sebagai ikan. Ikan tersebut
berada pada lautan kontemporer. Dalam lautan ide atau gagasan. Ikan tersebut
dapat mengembangkan sensornya untuk berpikir, dan berusaha untuk menjadi
cerdas, ingin mengetahui segala macam air yang berasal dari banyak sumber dan
mempunyai banyak rasa. Hal tersebut dilakukan ikan untuk menemukan
kesejahteraan dirinya. Ikan tersebut juga berada pada muara pada gunung filsuf.